Kekerasan Seksual Belum Dianggap Sebagai Kejahatan Besar, Ini Alasannya,!!
Kekerasan Seksual Belum Dianggap Sebagai Kejahatan Besar |
Koordinator Divisi Perubahan Hukum Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Khotimun Sutanti menilai kekerasan seksual belum dianggap sebagai kejahatan besar oleh mayoritas aparat penegak hukum di Indonesia.
"Itu bisa dilihat dari data Komnas Perempuan, di tahun 2015, 40 persen kasus kekerasan seksual justru berhenti di Kepolisian," ujar Khotimun dalam jumpa pers pada Minggu (29/5/2016) di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat.
Khotimun menyatakan berhentinya kasus-kasus tersebut di Kepolisian disebabkan oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengharuskan adanya laporan oleh dua orang saksi atas tindak kejahatan seksual yang menimpa korban.
"Sekarang gimana mau ada dua orang saksi yang melaporkan kalau ternyata pelakunya orang tuanya sendiri, dan juga lokasi terjadinya tindak kejahatan seksual kan di tempat yang tersembunyi, mana ada saksinya, dengan begitu berarti kasus kekerasan seksual belum dianggap sesuatu yang genting bagi penegak hukum," lanjut Khotimun.
Dia pun memaparkan data lainnya yang senada. Pada tahun 2015, hanya satu kasus dari 24 kasus kekerasan seksual yang hukumannya maksimal yakni mencapai 14 tahun penjara.
Itu pun hanya terjadi di Jakarta. "Nah, itu juga bukti bahwa kekerasan seksual belum dianggap kejahatan besar karena kebanyakan vonisnya hanya empat sampai enam tahun," kata Khotimun.
Dia pun menyarankan sebaiknya Pemerintah memfokuskan diri untuk menghukum pelaku seberat-beratnya dengan tambahan rehabilitasi bagi si pelaku.
Menurutnya hal itu lebih baik daripada pemberlakuan hukuman kebiri yang dipandang tak efektif.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Semoga bermanfaat dan kita terhindar dari segala macam bahaya.
Sumber:kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar